koalisi politik tidak bisa menjadi kriteria memilih calon presiden (lanjutan)

melanjutkan tulisan saya yang sebelumnya klik this http://solospiritislam.com/cara-memilih-presiden-jokowi-atau-prabowo-metode-kauniyah/ ternyata banyak juga kawan kawan di FB dan Twitter bahkan di komen tulisan saya seblumnya yang mendasarkan pada jumlah koalisi. Sekali lagi bahwa kita memilih presiden bukan koalisi. Jadi kita kesampingkan koalisi, sebab koalisi terdiri dari partai partai dan namanya partai pasti punya kepentingan sendiri sendiri… terbukti era Bp SBY yang berkoalisi dan sesama koalisi silang pendapat. Tulisan ini merupakan kelanjutan dari metode saya tentang memilih calon presiden yang berdasarkan ayat kauniyah…. koalisi tidak selalu positif, gara gara banyak koalisi malah menyebabkan kebinet gendut dan ini berdampak kurang positif pada kinerja kepresidenan…. sudahlah… yang namanya partai itu pasti individualis… tidak mungkin satu partai lebur menjadi bentuk koalisi baru dan menghilangkan identitas partai lamanya… jelas tidak mungkin. sudah banyak pengalaman dan pelajaran perpolitikan di indonesia… setiap partai punya jurus untuk menenangkan dirinya sendiri bukan partai orang lain. Sehingga jelas koalisi tidak bisa menjadi kriteria untuk menentukan pilihan presiden

 

Cara memilih presiden ; Jokowi atau Prabowo. metode kauniyah

di dunia maya, di dunia media dan di forum forum informal seperti kedai kopi, wedangan, hik dan lainnya banyak menawarkan dua sosok yang akan memimpin negara kita Indonesia.

Solo spirit islam sebagai warga biasa yang memiliki visi besar ingin memberikan suatu alternatif untuk memilih satu diantara keduanya. saya tidak akan memberikan cara cara ghoib seperti menunggu wangsit atau menunggu kabar berita ghoib…. saya hanya ingin memberikan satu alternatif bahwa bahasa Allah tercermin dalam kenyataan yang merupakan ayat kauniyah yaitu ayat ayat yang sudah nyata nyata sudah ada bukti. Cara Allah menginginkan presiden indonesia tentunya agar indonesia menjadi negara yang lebih baik akan kembali kepada warga indonesia sendiri apakah peka dengan kalam ilahi yang berupa ayat kauniyah atau malah memperturutkan hawa nafsu.

secara praktis begini, pilihlah presiden yang memiliki pengalaman, itu yang pertama terserah anda mau berpendapat yang berpengalaman itu prabowo atau jokowi. Coba tanyakan kepada orang orang yang sudah pernah dipimpinnya bagaimana dia memimpin. Ingat bahwa ayat kauniyah harus di lihat fakta bukan katanya katanya (untuk itu saya sarankan “jangan mempercayai propaganda media terhadap salah satu calon presiden” sekali lagi anda harus terjun langsung. jadi kalau prabowo tanyalah kepada anggota TNI yang pernah beliau pimpin kalau Jokowi tanyalah orang solo (jangan DKI) yang sudah 2 periode dipimpin beliau, perubahan apa yang sudah beliau hasilkan ….jika keduanya OK semua coba timbang lagi kira kira yang kompeten memimpin indonesia siapa yang lebih cocok.

cara yang kedua adalah ; bahwa anda harus bersih dari hawa nafsu untuk memilih salah satu dari keduanya. Anda harus netral karena ayat kauniyah dapat terbaca jika hati dan pikiran kita netral. Jangan menjatuhkan pilihat terlebih dahulu bersihkan dari semua kecenderungan hati. Anda akan terjebak jika memilih berdasarkan hati nurani, karena hati nurani tidak bisa dipegang kebenarannya. Misalnya anda melihat dari sisi bukan fakta;  dari fotonya, dari programnya, dari janjinya, dari keturunannya dan aspek lainnya.

Murnikan hati dalam memilih, saya sarankan juga jangan membuat asumsi asumsi yang tidak ada kebenarannya misalnya ini disetir oleh yahudi dan amerika… ya ndak papa kalau ada bukti yang jelas dan itu diakui oleh beliau beliau bahwa mereka didukung yahudi… tapi jika itu hanya isu dan propaganda sebaiknya jangan diindahkan.

jangan menggunakan kepekaan jiwa misalnya menggunakan ilham Allah, menggunakan intuisi, menggunakan wangsit, kecuali anda waliyullah kecuali anda seorang yang benar benar beriman dan sudah sering mendapatkan ilham dan anda sangat percaya dari ilham yang anda terima. Tapi jika anda tidak mampu anda bukan tipe orang yang “ilhamis” sebaiknya ikuti ayat ayat Allah yang nyata nyata, ini lebih riil ini lebih realitstis, dan ini lebih bisa didapat oleh siapapun.

Gunakan logika terbalik… jadi begini jangan memilih orang yang minta jabatan… itu artinya bahwa jangan memilih calon presiden yang terlalu bombastis dalam mengiklankan dirinya agar kita memilih. Lebih baik Pilih yang lebih sederhana yang lebih relaks dan santai.

Lihat raut muka kedua calon presiden lihatlah tampang mukanya maka anda akan bisa membaca bagaimana nanti calon tersebut akan memimpin negara. Seorang calon pemimpin diperlukan orang yang relaks sehingga ide solusinya smart original dan bisa dijalankan. Jangan memilih wajah yang tegang, kaku dan mahal senyum. Sebab nanti ketika beliau memimpin negarapun akan demikian. Permasalah negara yang rumit ini tidak akan bisa diselesaikan dengan baik oleh orang yang memiliki wajah tegang pikirannya tegang yang akhirnya main kasar.

sekali lagi saya tidak memberikan piliha jokowi atau prabowo tapi coba gunakan kenyataan lalu baca perintah al quran adalah tubshirun, tatafakarun ta’kilun …. melihat meneliti dan berpikir dari fakta fakta yang ada, bukan dari berita.

Selamat memilih, semoga siapapun yang menjadi presiden bisa menjadikan Umat Islam lebih tercerahkan.

Diproses Allah SWT

Rekan rekan seperjuangan dalam mendapatkan ridlo Allah, bahwa semua yang kita alami sekarang adalah proses dari Allah SWT, maka jalani saja apa yang dikehendaki Allah SWT. Berjalan di dalam ridlo Allah maka suka suka Allah saja dalam membina dna mendidik kita. Bicara sejarah hingga sekarang pasti ada suatu titik terang menuju kecemerlangan diri. mungkin jalannya begitu terjal dan tidak mengikuti alam pikiran kita namun ternyata jalan itu adalah jalan pintas menuju kecemerlangan.

Apa apa yang kita niatkan di masa lalu langsung diproses Allah dan hasilnya adalah apa yang kita rasakan sekarang, sedangkan apa yang kita niatkan hari ini akan diproses Allah saat ini dan hasilnya akan terasa di masa yang akan datang. maka dari itu niatkan sesuatu yang positif.