Belajar khusyu tidak boleh mencari khusyu …

Aneh memang belajar khusyu namun juga tidak boleh mencari khusyu. jadi kembali ke paradigma tentang khusyu itu sendiri bahwa khusyu itu sesuatu yang diturunkan oleh Allah ke dalam hati jadi bukan kita yang menciptakan. khusyu tidak dapat kita ciptakan khusyu itu mengalir saja dan kita ikuti kemana arah khusyu … kepasrahan dalam sholatlah yang dapat menstimulasi turunnya khusyu dalam hati.

oleh karena itu khusyu bukan menjadi tujuan kita sholat, tujuan kita sholat adalah bertemu dengan allah inni wajahtu wajhiya lilladzi…. jadi kita berhadapan dengan Allah itu tujuan kita dalam sholat.

belajar khusyu tidak perlu memperhatikan apakah ini khusyu atau ndak.. biarkan saja mengalir yang penting kita berserahdiri kepada allah. kalau dalam sholat kita mengejar khusyu malah tidak bisa khusyu. khusyu ini ibarat bonus yang diberikan Allah kepada kita, bonus diberikan jika orang tersebut dapat berserah diri dalam sholat. jadi kalau kita sholat ngejar bonus malah tidak mendapatkannya. dalam bekerja jangan mikir bonus, bonus ituakan muncul sendiri ketika kita menghasilkan pekerjaan yang baik.

bonus khusyu ini hak mutlak miliknya Allah, sah sah saja allah memberikan bonus kepada hamba yang dikehendakinya. tidak bisa kita membatasi Allah bahwa yang bisa khusyu adalah mereka yang sudah bergelar kyai haji… seorang yang biasa biasa saja namun memiliki kepsrahan yang tinggi pada Allah sangat mungkin diberikan rasa kekhusyan dalam dirinya.

5 Replies to “Belajar khusyu tidak boleh mencari khusyu …”

  1. Tanya pak, cara saya ini keliru apa tidak, saya belajar shalat khusyu cuma dari baca, tidak ikut halaqah, makanya sekali ini mohon dikontrol. saya pakai mindset bahwa shalat itu saat-saat pulang/kembali dan saat utk istirahat. Saya bandingkan kegiatan nonshalat dengan bersekolah, dan shalat itu seperti pulang sekolah. saat datang waktu shalat adalah seperti saat bel pulang sekolah berbunyi, menyenangkan, sebentar lagi ‘ketemu’ (merasa dekat) lagi dg Tuhan seperti saya dekat lagi dg ortu. Saat shalat itu jadi enak, dengan rileks bak leyeh2 bersama ortu, di situ saya curhat tanpa kata2 bagaikan curhat pada ortu. Kadang2 sepanjang shalat saya jadi terguncang2 ngguguk, terutama jika saat shalat itu perhatian saya tertuju pada ‘Yang Dekat’ dan pada saat yg hampir bersamaan saya perhatikan dada saya. Di sana ada serr serr terus tiap kali mengajak bicara Dia. Saat sujud juga jadi kerasan ogah bangun, dada jadi dingin dan plong. saya juga berusaha untuk mengganti istirahat dg shalat, misalnya saat badan lelah istirahatnya shalat yg rileks terutama ruku’nya, juga saat butuh tidur saya coba shalat, karena penasaran dan mikir kok kalo adzan subuh diserukan assholatu khoirun minan-naum, lalu dijawab shodaqta wabarorta wa-ana ‘ala dzalika minassyahidin (=loe betul, bagus loe, gue juga ngalamin gitu). biasanya habis shalat itu badan jadi fresh lagi. sayangnya di masjid kok nggak boleh gitu, di masjid shalat berlama2 itu nyleneh, apalagi sampai ngguguk, malah norak, di masjid nggak memungkinkan sujudnya agak ndlosor karena jarak shaf depan belakangnya pendek, kalo rajin jamaah di masjid malah efek seperti yg saya alami tsb nggak ada, makanya saya jadi bingung karena mesti milih, shalat di masjid atau shalat sendirian di rumah.

    1. benar mas memang demikian, kalau di masjid memang kita tidak mendapatkan tumakninah .. sholat yang istirahat… ya solusinya kita ambil hikmah berjamaahnya saja… kalau khusyunya perlu dipelajari lagi bagaimana sholat yang cepat tapi bisa khusyu…

Leave a Reply to kang wiyanto Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.