petikan terjemahan serat jatimurti

KEADAAN SEJATI. Adanya keadaan sejati, karena adanya yang tidak sejati.

SESUATU yang ada itu sesungguhnya berasal dari yang ada. Yang tidak ada asalnya juga tidak ada. Misalnya : anak yang bernama Dipa, atau kambing, kacang, jambu, kukus, api, mega, semuanya adanya hanya sementara dan tidak ada lagi. Bagaimana mau dikatakan ada kalau adanya seperti munculnya ombak. Muncul kemudian hilang, kemudian muncul yang lainnya tapi juga akhirnya hilang begitu seterusnya. Jelas disini bahwa si “muncul” itu sebenarnya tidak ada, yang tetap ada yaitu air yang naik turun, bukan si “muncul”. Tingkah laku air tadi dinamakan ombak, sehingga ombak itu bukan yang ada, ia hanya kejadian. Jelas jika kejadian itu bukan yang jadi.

Demikian juga dengan isinya alam semesta seperti gunung, matahari, bintang, manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, jika dipikirkan mulanya tidak ada, jadi semua itu sesungguhnya tidak ada, hanya kejadian. Tidak betul-betul ada atau keadaan yang menipu.

TIDAK ADA APA-APA, HANYA ALLAH YANG ADA, YAITU YANG  SEBENAR-BENARNYA ADA. Disebut : KEADAAN SEJATI artinya : YANG BENAR ADA.

Cinta terhadap keadaan dunia itu bisa disamakandengan menabrak bayang-bayang, apa ya itu bisa dipegang sedangkan adanya tidak sebenarnya ada. Mengejar isi dunia seperti senang terhadap gemerlapnya kembang api, merah hijau kuning, terlanjur menyintai teryata hilang tanpa bekas.

Dunia itu jalan, yang harus dilewati apa mestinya tidak dijadikan tujuan

Barang siapa yang melewati jalan, harus tahu apa yang ada di depannya, meskipun kita hampiri hal itu hanya akan kita lewati saja.

BEDANYA keadaan DUNIA dan keadaan SEJATI

Keadaan dunia bila dihubungkan dengan adanya Tuhan, bisa diumpamakan layar bioskop dengan gambar yang ada dalam layar; orang, rumah, pohon-pohonan, dan seterusnya.

Gambar yang ada di layar merupakan wujud dari jisim yang berada dalam jirim, bisa bertempat di luar layar. Di balik layar tersebut hanya bersifat bayang-bayang yang tidak berbentuk timbul namun rata dengan layar, yang adanya gambat tersebut tergantung dari adanya layar.

Bila ingin tahu apa bedanya keadaan dunia dengan keadaan yang sesungguhnya, cukup dengan mengetahui bedanya garis tangan dengan telapak tangan. Bedanya garis tangan dengan telapak tangan tadi sama dengan bedanya antara permukaan dengan jirim, Hal ini sesuai dengan bedanya ALAM dengan KEADAAN SEJATI.

=================

BAGAIMANA BEDANYA?

Bedanya lebih dari pada besar, tidak hanya “beda” , bahkan bukan bandingannnya, artinya TIDAK SEMESTINYA UNTUK DIBANDINGKAN

Besarnya thengu (pent: hewan yang sangat kecil) dengan besarnya bumi meskipun dua hal yang sangat tidak imbang untuk dibandingkan masih dapat untuk diperbandingkan sebab dua-duanya dalam bentuk jirim.

Untuk keadaan sejati dibanding dengan keadaan dunia, bukan dari jenis yang sama, sehingga tidak bisa diperbandingkan sama sekali. Apa ukuran 3 liter bila dibandingkan dengan 3 hektar?,  apa hijau bisa diperbandingkan dengan daun?

=============

sebenarnya bahasan di atas akan diterangkan lebih lanjut pada bab perbedaan garis tangan, telapak tangan, serta jirim.

Seandainya orang bersedia mengerti dengan seksama pada bab pengertian alam terhadap keadaan jati, dan hendaknya mengerti terlebih dahulu bagaimana pengertian garis tangan terhadap telapak tangan. Dan juga pengertian jirim terhadap keadaan sejati, seperti halnya pengertian telapak tangan terhadap jirim dan juga pengertian garis tangan terhadap telapak tangan.

Secara nalar (logika) sebagai berikut : garis tangan itu apa dan bagaimana terhadap telapak tangan——–telapak tangan itu apa dan apa kaitannya dengan jirim (alam) ………… dua perkara diatas untuk diingat (diperhatikan): jirim (alam) itu apa dan bagaimana kaitannya dengan keadaan sejati. 1. sekarang yang kita bahas terlebih dahulu bab garis tangan, telapak tangan dan jirim : bagaimana keadaan dan bagaimana pengertian satu dengan lainnya, sebab hal ini akan menjadi dasar yang utama dalam bab pengertian jirim (alam) terhadap keadaan sejati.

Sebaiknya memperhatikan sarana patrap di bawah ini:

a.       Garis tangan itu apa dan bagaimana kaitnnya dengan telapak tangan

Garis tangan itu meskipun banyak sekali, ditata sedekat mungkin tetap tidak bisa mewujudkan telapak tangan, sebab wujud garis sama tanpa telapak tangan. Meskipun satu demi satu garis tangan tersebut dikumpulkan tetap tidak bisa mewujudkan telapk tangan.

Jadi : telapak tangan itu bukan garis tangan. Namun memiliki watak : memuat garis tangan yang banyak jumlahnya. 2. Kebanyakan orang yang tidak tahu kemudian mengira bahwa telapak tangan itu merupakan wujud dari jumlah garis yang banyak.

Yang demikian itu keliru, demikian juga kebalikannya : jika garis tangan dianggap bagian dari telapak tangan juga tidak benar.

b.      telapak tangan itu bagaimana dan bagaimana kaitannya dengan jirim

permukaan telapak tangan itu biar pun sebagaimana banyaknya, ditumpuk-tumpuk, tetap tidak bisa mewujudkan kubuk (jirim) sebab permukaan telapak tangan sama tanpa relief. Meskipun semua yang tanpa relief tersebut dikumpulkan tetap tidak bisa mewujudkan jisim. Jadi jisim itu bukan merupakan  permukaan telapak tangan namun memiliki sifat : menjadi wadah dari permukaan telapak tangan seberapa banyaknya (). Sekolompok orang yang tidak tah, mengira bahwa jirim itu merupakan kejadian sejumlah permukaan telapak tangan yang banyak. Yang demikian ini adalah keliru. Demikian juga sebaliknya : bila permukaan dianggap bagian kecil dari jirim, juga tidak benar.

c.       Jisim itu apa dan bagaimana kaitannya dengan keadaam sejati

Jisim itu meskipun seberapa besarnya, atau bagaimana banyaknya, panjang saling berkaitan, tetap tidak menjadi hal yang sejati, sebab jisim memang bukan sejatinya. Jadi hal yang sejati tidak berupa jisim atau pun jirim, namun memiliki sifat meliputi jirim yang besarnya tak terhingga, serta jisim yang jumlahnya dan jenisnya yang tak terbatas, ()sejumlah orang yang tidak mengerti mengira bahwa keadaan jati merupakan kumpulan dari jirim atau alam seisinya yang jumlah dan besarnya tak terbatas, yang demikian itu adalah keliru demikian juga sebaliknya, bila jirim dianggap bagian terkecil dari keadaan sejati () juga tidak benar.

Yang perlu diperhatikan dari hal di atas dan yang perlu di jadikan patokan pemikiran dan penganggapan manusia dalam bab keadaan sejati, jangan sampai keliru : tuhan (Dat) sejati dianggap seperti sejenis jirim yang bertempat atau didukung oleh atom atau molekul yang merupakan wujud dari alam semesta, itu sama sekali keliru, sekalipun dikaitkan dengan alam kehalusan, tetap tidak benar.

Juga belum benar bila dianggap sejenis roh, karena roh atau nyawa itu juga jirim yang menempati, itu sifat yang ketempatan watak owah gingsir

————

Pengertian yang sangat dasar dari penjelasan di atas, manusia tidak akan bingung atau salah dalam berpegangan, kemudian akan mendapatkan pengertian yang jelas kehendak Tuhan. Pedoman atau dalil yang menuntun budi manusia terhadap keadan sejati, seperti misalnya:

I.                   Bagaimana keadaan jati tidak bisa dijangkau (ora keno kinaya ngopo) atau bagaimana keadaan di seluruh alam tidak dapat digunakan untuk mengumpamakan keadaan sejati

II.                Bagaimana secara logika keadaan sejati tidak dapat di jangkau oleh perkiraan atau pikiran manusia.

III.             Bagaimana pengertiannya : keadaan sejati bertempat di batinnya seluruh keadaan tanpa kecuali, serta : seluruh keadaan sudah ada dengan sejatinya, dan juga : sejatinya tidak ada apa-apa hanya Dzat yang ada.

IV.             Bagaimana keterangannya : dzat itu keadaan tunggal (murni) kang tanpa bagian, seluruh alam (dunia dan seluruh alam halus) bukan bagian dari Dzat. Jadi Dzat bukan dari sekumpulan seluruh alam, dan lain sebagainya : perkara yang ada dalam pengetahuan rosul.

Itu semua bisa terang dengan terlebih dahulu memahami hubungan garis tangan terhadap telapak tangan. Serta telapak tangan terhadap jirim, sehingga hal ini diapakai dasar memahami kaitan jirim dengan kaedaa yang sejati.

Berbagai macam jisim yang menempati jirim, seperti warna merah hijau yang bertempat di raen (telapak tangan).

Seluruh jirim (awung-awung atau yang ditempati jisim) yang tergantung dengan keadaan sejati : seperti raen (telapak tangan) yang tergantung dari adanya jirim yang memiliki raen tersebut.

Jadi : keadaan sejati yang bertempat di batin seluruh keadaan, seperti jisim yang berada dalam raen.

Mengkono ugo enggone ora kejaba ora kejero, iku kaya buku enggone kaprenah ing tembing endine kaca-kacane.

Demikian juga dengan ungkapan tidak ada apa-apa hanya tuhan yang ada, ya seperti buku yang tidak bisa dibandingkan dengan halaman-halaman, tulisan atau gambar buku sebab : raen, tulisan gambar tadi meskipun ada, tidak dapat dianggap jirim (kertas). (warna itu bukan wujudnya jirim yang memiliki warna.–)

yang sekarang harus diperhatikan adalah perbandingan luasnya (kobete (pent. Suatu tempat yang masih luas) atau tebane) keadaan garis tangan dengan martabat telapak tangan (raen) juga keadaan martabat raen dengan martabat jirim, kemudian : keadaan maratabat jirim dengan martabat kesejatian.

Perkara yang harus diperhatikan sebagai sarana patrap demikian : (1 hingga 4)

I.                   BAB ALAM GARIS TANGAN 1

Alam garis itu sangat sempit, yang duduk di alam garis yaitu : titik, si titik yang ada berada di alam tersebut hanya menurut urutan garis. Jelasnya hanya maju dan mundur, tidak ada kiblat kiri dan kanan, cuma depan dan belakang.

Jadi titik tadi tidak punya cara menyimpang. Makanya jika titik di cegat depan dan belakang, tidak dapat tempat lagi, kecuali jika beralih ke alam lumah. Agar bisa beralih di alam lumah jika berganti wujud sesuai caranya lumah, tegasnya : berupa lumah sempit atau bundaran yang lembut, jadi sudah tidak berujud titik garis (tidak dianggap bertempat di garis, tapi bertempat di lumah.

II. Bab Alam Lumah (lumah yaitu raen yang rata seperti jrambah atau air yang diam)

Alam Lumah itu luas bila dibandingkan dengan alam garis, sebab di alam lumah tidak hanya ada depan dan belakang juga ada keblat kiri serta kanan, adanya kiri dan kanan menyebabkan lebih dari pada luas (kobet), sebab antara depan dan kiri dan kiri dan belakang, belakang dan kanan atau kanan dengan depan. Apa ener yang tanpa batas jumlahnya, awalnya misalnya bundaran kecil dihalang-halangi depan dan belakang ata kiri dan kanan masih dapat tempat yang luas.

Namun seandainya bundaran tadi di kelilingi oleh garis seperti gelang, tidak dapat tempat lain, sebab  di alam lumah tidak terdapat kiblat bawah dan atas. Bundaran tadi tidak punya cara untuk keluar di luar raen, terus menerus menurut raen, seperti gambar di layar bioskop yang selalu berada di raennya layar bioskop tadi. Tidak bisa keluar dari layar kemudian menepati jirim. Padahal yang berada dialam jirim yaitu jisim, misalnya batu, kayu, air, manusia, hewan, dan lain-lainnya. Makanya bisanya masuk ke alam jirim, artinya: bila berubah wujud mengikuti caranya alam jirim, artinya: berujud jirim, jadi sudahtidak berujud bundaran, tidak dianggap bertempat di raen, kaanggep bertempat di jirim.

III. Bab Alam Jirim

Alam jirim lebih luas daripada alam lumah, sebab tidak hanya memiliki kiblat belakang dan kiri, kanan saja, juga memiliki keblat bawah dan atas, oleh karena itu bila jisim dikitari oleh garis bernama gelang, masih dapat tempat yang luas, sebab bisa: naik turun, kekiri dan kekanan, maju mundur, belok kekiri dan kekanan, belok keatas dan kebawah: terserah seperti terbangnya lalat atau berenangnya ikan.

Namun bila jisim itu dibungkus dalam tempat yang luas seperti beruk (Pent. tempat beras) atau seperti peti, tidak mendapatkan tempat lagi, sebab di alam jirim itu, macam yang ada pasti jisim, sehingga semua butuh jirim untuk bertempat, tidak ada caranya keadaan yang tidak bertempat atau tidak butuh jirim, kecuali bila bisa berubah di alam kesejatian. Bisanya pindah ke alam kesejatian bila berganti keadan menurut cara kesejatian, jadi merasa tidak bertempat di alam jirim, malah memangku terhadap jirim.(ket:jadi yang menganggap demikian itu : kesejatian, bukan orang. Kesejatian, ya rasa jatinya yang membaca kitab ini, bukan: yang dianggap oleh angan-angan.

IV Alam Kesejatian

Kesejatian itu sangatlah luas, tidak dapat dikira luasnya, sekolompok orang tidak boleh bergantung pada budi, tidak akan ketemu bila ditimbang dalam jirim, sebab dalam kesejatian ada keblat lagi yang disebut lahir dan batin. Semua jirim bertempat dalam sisi lahirnya kesejatian, sedangkan antara lahir dan batin, itu kiblat yang tidak dapat dijangkau oleh manusia (kang ora keno kinoyo ngopo)

Sebab kesejatian itu bertempat dalalm batin jirim atau tubuh yang memangku terhadap jiri, makanya kesejatian tidak butuh jirim yang bertempat, malah memangku terhadap sebanyak tempat, seperti memangkunya jisim terhadap raennya, atau memangkunya raen terhadap garis. Jadi seandainya keadaan jati dibungkus besi yang rapat seperti cangkok kemiri, masih sangat luas serta tidak menjadi sebab apa-apa. Tidak jadinya sebab tadi seperti kuda yang dikelilingi dalam dalam tapak pencil yang berbentuk seperti gelang, serta tapaknya pencil tadi ada dalam kulit si kuda.

Kesejatian tidak merasakan apa-apa, sebab bukan jisim serta selalu pernah, malah andhoking sakeh prenah.

Yang duduk di kesejatian yaitu: ingsun (saya), artinya : pribadi = diri = aku, berdiri dekat dengan seluruh kejadian, yaitu yang dianggap oleh makhluk seisi alam semua atau yang andhaku terhadap isi alam semua. Jelasnya bila dalam bahasa Belanda memakai istilah : ikheid = hoofd eigen = Hooger Zelf.

Sesungguhnya keadaan yang bukan jirim itu tidak sekali-kali dapat dikira-kira dengan keadaan yang berupa jirim, sebab bukan abndingannya, bila dipaksa dikira-kira kejadiannya maka seperti batu yang ditandingkan dengan warna dalam rupa batu, atau seperti 1 meter persegi ditandingkan dengan 1 meter. Demikian pula,  kemampuan manusia itu nganggit ngira nuju terhadap keadaan yang berujud jirim, sebab rasa yang nerasakan manusia (alat yang dipakai untuk mempersepsikan) bukan rasa yang sejati. Bila rahsa nya manusia dibandingkan dengan rasa sejati, kejadiannya ya seperti warna dalam permukaan (raen) dibandingkan dengan benda gembleng, yang memangku permukaan (raen) tadi. Atau dapat dianalogikan dengan perbuatan wayang yang sedang dijalankan oleh dalang: dibandingkan dengan perbuatan dalang yang sedang menjalankan wayang. Bagi dalang :wujud wayang itu tidak ada, hanya wujudnya dalang yang ada: tanpa ukuran. Pendeknya bagian manusia : diam. Diamnya bisa diumpamakan : salah satunya wujud wayang berhenti tidak diwujudkan lagi oleh dhalang, kembali kepada wujudnya dhalang. Jadi ya hanya diam itu saja perbuatan manusia berada pada kebenaran ……………………….??????????????? Artinya : hilang kemanusiaanya oleh kekuatannya anggapan dengan maksud kalau wujud yang sesungguhnya bukan anggota badan. Hilangnya kemanusiaan lalu kegantenan di adanya kebenaran, tidak

CategoriesUncategorized

14 Replies to “petikan terjemahan serat jatimurti”

  1. tanpa mengurangi rasa hormat saya pada mas Setiyo, tumben tulisan kali ini kok susah dicerna tdk spt gaya bahasanya mas Setiyo spt biasanya. Atau sayanya yang oon.

    1. ya pak bukan tulisan saya, ini terjemahan kitab kuno saya dapat darinya Pak Abu sangkan dalam bahasa jawa kuno ssaya diminta nerjemahin saking kunonya saya kesulitan dan tidak selesai. bahasanya susah pak, insya Allah saya masih ada yang asli kalau bapak bisa bahasa jawa kuno wah asyik pak.

  2. KEADAAN SEJATI. Karena ada keadaan sejati, maka ya ada yang tidak sejati.
    BARANG yang ada itu sesungguhnya asalnya memang ada. Yang tidak ada asalnya juga tidak ada. Misalnya : anak yang bernama Dipa atau kambing, kacang, jambu, asap, api, mega, semua adanya hanya sementara dan tidak ada lagi. Bagaimana mau dikatakan ada kalau adanya seperti munculnya ombak. Muncul kemudian hilang, kemudian muncul yang lainnya tapi juga akhirnya hilang begitu seterusnya. Jelas disini bahwa si “muncul” itu sebenarnya tidak ada, yang tetap ada yaitu air yang naik turun, bukan si “muncul”. Tingkah laku air tadi dinamakan ombak, sehingga ombak itu bukan yang ada, ia hanya kejadian. Jelas jika kejadian itu bukan yang jadi.
    Demikian juga dengan isinya alam semesta seperti gunung, matahari, bintang, manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, jika dipikirkan mulanya tidak ada, jadi semua itu sesungguhnya tidak ada, hanya kejadian. Tidak betul-betul ada atau keadaan yang menipu.
    TIDAK ADA APA-APA, HANYA ALLAH YANG ADA, YAITU YANG SEBENAR-BENARNYA ADA.
    Disebut : KEADAAN SEJATI artinya : YANG BENAR ADA.
    Cinta terhadap keadaan dunia itu bisa disamakan dengan menabrak bayang-bayang, apa ya itu bisa dipegang sedangkan adanya tidak sebenarnya ada. Mengejar isi dunia seperti menyenangi gemerlapnya kembang api, merah hijau kuning, terlanjur menyintai teryata hilang tanpa bekas.
    Dunia itu jalan, yang harus dilewati apa mestinya tapi bukan dijadikan tujuan
    Barang siapa yang melewati jalan, harus tahu apa yang ada di depannya, meskipun kita hampiri hal itu hanya akan kita lewati saja.

    BEDANYA keadaan DUNIA dan keadaan SEJATI
    Keadaan dunia bila dihubungkan dengan adanya Tuhan, bisa diumpamakan layar bioskop dengan gambar yang ada dalam layar; orang, rumah, pohon-pohonan, dan seterusnya.
    Yang digambar pada layar merupakan wujud dari jisim yang berada dalam jirim, bisa bertempat di luar layar. Tetapi yang ada di layar tersebut hanya bersifat bayang-bayang yang tidak berbentuk timbul namun rata dengan layar, yang adanya gambar tersebut tergantung dari adanya layar.
    Bila ingin tahu apa bedanya keadaan dunia dengan keadaan yang sesungguhnya, cukup dengan mengetahui bedanya garis dengan luasan. Bedanya garis dengan luasan tadi sama dengan bedanya antara bidang dengan ruang (jirim), Hal ini sesuai dengan bedanya ALAM dengan KEADAAN SEJATI.
    =================

    BAGAIMANA BEDANYA?
    Bedanya lebih dari pada besar, tidak hanya “beda” , bahkan bukan bandingannnya, artinya TIDAK SEMESTINYA UNTUK DIBANDINGKAN
    Besarnya kutu dengan besarnya bumi meskipun dua hal yang sangat tidak imbang untuk dibandingkan masih dapat untuk diperbandingkan sebab dua-duanya dalam bentuk jirim.
    Untuk keadaan sejati dibanding dengan keadaan dunia, bukan dari jenis yang sama, sehingga tidak bisa diperbandingkan sama sekali. Apa ukuran 3 liter bila dibandingkan dengan 3 hektar?, apa hijau bisa diperbandingkan dengan daun?
    =============
    sebenarnya bahasan di atas akan diterangkan lebih lanjut pada bab perbedaan garis, luasan, serta jirim.
    Bila orang ingin mengerti dengan seksama pada bab pengertian alam terhadap keadaan jati, hendaknya dimengerti terlebih dahulu bagaimana pengertian garis terhadap luasan. Pengertian jirim terhadap keadaan sejati, seperti halnya pengertian luasan terhadap jirim dan juga pengertian garis terhadap luasan (bidang).
    Secara nalar (logika) sebagai berikut : garis itu apa dan bagaimana terhadap luasan ——–luasan itu apa dan apa kaitannya dengan jirim (alam) ………… dua perkara diatas untuk perumpamaan: jirim (alam) itu apa dan bagaimana kaitannya dengan keadaan sejati. 1. Sekarang yang kita bahas terlebih dahulu bab garis, luasan dan jirim : bagaimana keadaan dan bagaimana pengertian satu dengan lainnya, sebab hal ini akan menjadi dasar yang utama dalam bab pengertian jirim (alam) terhadap keadaan sejati.

    Semoga membantu

  3. salam kenal, mas…
    kami punya naskah ini yang sudah dilatinkan dengan bahasa jawa tengahan mas… sekarang sedang meneliti hubungannya dengan ukuran keempatnya ki ageng suryomentaram.

    kami mendapatkan informasi dari penerbit jayabaya yang ditulis oleh bapak damardjati supadjar dalam krida grahita bahwa buku tanpa nama ini ditulis oleh ki sudjonoredjo, tapi kami belum berhasil melacaknya.

    salam…

    1. salam kenal juga pak, terimakasih sudah info kan ini, monggo yang memerlukan atau berkepentingan bisa menulis di komen.

    2. pak adjie,

      kalau pak adjie ada bolehkah saya motokopi serat jatimurti? kalau boleh tahu posisi dimana pak? suwun

Leave a Reply to otrimzu Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.