kenapa puasa saya harus di “buka” dan kenapa kita harus ber ‘buka”.
kalau kita tidak hati hati dengan istilah ber “buka puasa’ ini, yang timbul dalam perilaku kita adalah “keluar dari cengkeraman puasa untuk makan sebebas bebasnya karena telah di “buka”. padahal kalau kita lihat bahasa arab dari membatalkan puasa ini adalah ifthor yang artinya jelas sangat jauh berbeda dengan buka puasa. pemahaman saya ini mungkin tidak umum tapi mari kita kaji bersama.
ifthor mengandung arti atau terkait dengan fitrah… sebenarnya sama nanti di akhir bulan ramadhan pada 1 syawal dimana kita sudah tidak puasa selama 30 hari berturut turut kita merayakan idul fitri (kembali kepada yang suci) berarti ada keterkaitan antara idul fitri dan ifthor dimana kaitannya adalah sama sama bermakna “mempertahankan kesucian” meski tidak puasa. jika kita kaitkan dengan tujuan puasa ini adalah bahwa kita tetap sadar atas Ruh Suci kita meski kita tidak berpuasa lagi.
jika kita memahami bahwa ifthor bukanlah buka puasa dan kita memahami ifthor adalah mempertahankan kesadaran Ruh fitrah kita maka ketika magrib tiba, kita akan benar benar berhati hati ketika memasukkan makanan kedalam perut kita. bukan seperti orang yang memahami bahwa ifthor adalah “buka puasa” , orang yang pemahamannya demikian maka ketika magrib tiba seperti orang kelaparan yang tidak minum dan makan kemudian mendapat kan kesempatan makan sepuasnya.. maka buka puasa menjadi ajang “balas dendam” karena seharian tidak makan, dan kejadian ini akan merusak kesadaran Ruhaniah kita yang sudah kita latih dari mulai imsak hingga magrib. dimana akan turun level kembali kepada kesadaran jasad dan dorongan nafs.
maka saya punya usul untuk mengganti istilah “buka puasa” diganti dengan ifthor yang mana artinya bukan buka puasa tapi “mempertahankan kesucian”. sehingga kesadaran tetap terjaga hingga malam…
dan ternyata …. kesadaran Ruh ini sangat terkait dengan adanya lailatu qodar… untuk itu tetap ikuti jurnal puasa besuk insya Allah
setuju almukarom pak psikolog.. hehehe….
salah kaprah.., gapapa lah kalau hanya sekedar istilah. yg penting diberi pengertian bahwa berbuka bukan berarti Ramadhan mung awan thok. hehehe…
La wong (katanya) puasa aja kalau diartikan:
pu: menyiksa, asa: diri (menyiksa diri). Kan jauh sama pengertian shaum?
Mirip2 kata semabhyang untuk shalat.
gapapa lah…ben njawani..atau..ngindonesiani..
ngelmu iku kelakone kanthi laku..
tapi bahaya mas, sebab otak ini tidak dapat membedakan mana yang bener mana yang salah… coba saja ketika buka diartikan “puasa sudah selesai” maka otak langsung merespon … ayo makan yang banyak.. ayo berbohong lagi,.. ayoo berbuat tidak baik lagi… kan puasa sudah selesai…..
nah bahayakan mas….. penghancuran Umat ini dari istilah mas….
jangan selalu mengandalkan otak, pakailah qolbu
qolbun salim dapat membedakan mana yg baik dan mana yg bnar
Bagaimana syaithon akan berdaya, bila saat berbuka apa saja dimasukan.
he he … syetan sudah cuci tangan kalau sudah demikian pak
setan kan cm menggoda manusia yang beriman kuat, klo uda terbiasa melakukan dosa c setan g bkalan goda juga uda otomatis nglakuin dosa lg
ternyata pengertian berpuka puasa selama ini sangat menyesatkan belum pernah ada seorang penceramah pun membahas masalah berbuka puasa
istilah IFTHOR ini kalau saya baca dan saya simak bukan jadi istilah lagi melainkan ityulah hakikat nya berbuka puasa
Alhamdulillah,sy benar-benar bersetuju dengan pandangan yang diberikan.Selama ini kita hidup dan dibesarkan berdasarkan istilah ‘buka puasa’ itu,justeru apabila kita berpuasa sampai waktu maghrib terjadilah situasi seperti yg bapak nyatakan.
ok, makasih ..sekarang saya tau arti iftor itu sendiri apa 😀
kesadaran ruh berkaitan dengan lailatul qodr pak?
maksud e gmn?
denger2 jg malam lailatul qodar itu tidak hanya dibulan ramadhan jg ya?
kasi bocoran dumz
Gak lah mas, malam lailatul qadar ya adanya hanya ada di bulan ramadhan.. (titikk tikk tikkk) Ini blajar agama driana sampeyann??
dalil mana yang menyebutkan hanya sekali?
Coba dikaji lagi makna ifthor dan shoum. Apakah bener ifthor mempunyai akar kata sama dengan fitrah?
sama
wallohua’lam bisowab