Tajrid dan Asbab itu bukan maqom

Tajrid dan asbab sering di kaitkan dengan rejeki datang sendiri atau dengan mencari atau bekerja. Seringkali Tajrid dan asbab juga di kaitkan dengan maqom, kalau maqomnya tinggi (tajrid)  rejeki akan datang sendiri kalau maqomnya asbab harus mencari rejeki dengan bekerja.  Mari kita bahas keduanya. Masalah rejeki, yang pasti bahwa rizki dari Allah bukan karena maqom, rezeki Allah diberikan bukan karena seseorang bekerja atau karena dia sudah berada di maqom tertinggi. Rizki tidak akan datang jika Allah tidak berikan, jadi Allah akan memberikan rezekinya kepada siapapun. Dan kriteria rizki jika seseorang ini amanah dengan tanggung jawabnya. Kalau dia menjalankan amanah maka tidak peduli dia tajrid atau asbab akan diberikan rizki Allah SWT. Tapi jika tidak amanah dengan apa yang menjadi tanggung jawabnya maka dia tidak akan diberikan rizki dari Allah SWT.

Jadi tajrid dan asbab terletak pada jenis amanah yang dikerjakan jika amanah yang dikerjakan menurut manusia tidak terkait dengan logika bekerja maka dikatakan maqom tajrid misalnya dia hanya di rumah tidak bekerja tapi amanah dia melayani tamu tamu yang berdatangan seperti banyak yang dilakukan pak Kyai Pak Kyai ini digolongkan maqom tajrid, padahal bukan masalah beliau tidak punya pekerjaan tapi karena beliau amanah dengan tamu tamu yang berdatangan ke rumahnya yang meminta nasehat dan ilmu dalam beragama. Kalau maqom asbab berarti seseorang itu bekerja sebagai guru karyawan atau pedagang, karena logika bekerja dapat uang, sehingga maqomnya maqom asbab. Baik karyawan atau kyai jika tidak amanah terhadap tanggungjawabnya maka Allah juga tidak akan memberikan rizki kepada nya.

kesimpulannya bahwa maqom tajrid dan asbab untuk membedakan jenis amanah apakah sesuai lalogika bekerja (maqom asbab) atau tidak sesuai dengan logika bekerja (maqom tajrid). Siapapaun jika tidak amanah maka dia tidak akan diberikan rizki Allah SWT.

maqom tajrid dan maqom asbab mengkritisi kitab al hikam

ada yang menarik di dalam pembahasan tentang kedua maqom ini, yaitu maqom tajrid VS maqom asbab. dalam kita al hikam kedua maqom tersebut di jelaskan secara singkat kalau maqom asbab berarti rejekinya masih harus dengan bekerja, kalau maqom tajrid maqom dimana rejeki tanpa asbab dan datang sendiri.

yang akan saya kritisi dari kedua hal tersebut adalah maqom tajrid dimana rejeki datang tanpa ada sebab apapun. Sebab jika pengertian salah orang akan mengejar maqom ini dalam bertasawuf dan ini akan menyesatkan tujuan bertasawuf itu sendiri, sedangkan kita tahu bahwa kitab al hikam adalah kitab tasawuf terbesar setelah kitab ihya. Di dalam al quran tidak pernah menyebutkan maqom tajrid ini. ketika rejekin disebut pasti ada syarat atau sebab sehingga Allah menurunkan rejekinya. jadi adanya maqom tajrid tidak berdasar dalam al quran, karena semua pasti ada sebab. Allah menurunkan rejeki kepada seorang hamba pasti ada sebab.

Sekalipun seorang kekasih Allah atau orang yang paling dikasihi rejeki diberikan Allah pasti ada sebabnya. Sebab utama rejeki datang adalah karena seseorang menjalankan amanah Allah, atau menjalankan ketakwaan kepada Allah. Dengan sebab ketakwaan ini seseorang akan mendapatkan rejeki yang tidak di sangka sangka. ketakwaan ini pasti berdasarkan amanah yang ada, misalnya amanah tamu dengan melayani tamu sebagai perintah Allah maka Allah akan menurunkan dari arah yang tidak disangka sangka. Jadi meski mendapatkan rejeki tidak di sangka sangka tetap ada sebabnya yaitu karena hamba tersebut menjalankan amanah dan perintah Allah.

jadi saya tetap berkesimpulan bahwa tidak ada mqom tajrid kalau itu diartikan sebagai maqom dimana rejeki datang sendiri tanpa sebab.