Antara jiwa, ruh, emosi dan pikiran

ada hipotesis menarik dari diskusi kemarin dengan seorang teman, ada pertanyaan pikiran dulu atau emosi dulu…. jawaban saya emosi dulu… baru pikiran.. kalau emosi tenang maka pikiran juga tenang, kemudian diskusi berlanjut bagaimana menenangkan emosi ? jawaban saya ya emosi itu dipengaruhi oleh jiwa , jadi jiwa harus tenang dulu nanti otomatis emosi akan tenang… berlanjut lagi… bagaimana agar jiwa kita tenang.. jawaban saya jiwa dipengaruhi oleh Ruh… maka Ruh harus di pulangkan ke Allah jadi harus pasrah…. jadi kesimpulannya untuk menenangkan semuanya caranya dengan pasrah dan berserah diri kepada Allah.

tips agar tubuh tidak mudah capek atau lelah dalam bekerja

sinkronisasi antara pikiran hati dan tubuh akan menimbulkan kenikmatan dalam beraktivitas apapun aktivitas itu. kesenangan dalam menjalankannya akan menghilangkan rasa capek dan lelah. sinkronisasi itu akan menyebabkan tubuh menjadi lebih relaks dan santai meski kita bekerja seharian.
ihlas karena Allah dalam berkativitas merupakan cara yang paling mudah untuk menuju bersatunya hati pikiran dan tubuh. dimana mereka akan bermuara di Allah, hati ke ALlah, pikiran ke Allah dan tubuh pun ke ALlah. maka yang namanya ihlas dalam bekerja ini harus selalu dipasang atau disengaja atau bahasa agamanya di niatkan menjadi suatu perbuatan yang menyengaja. dan niat ini bukan di awal perbuatan saja namun dalam seluruh aktivitas atau selama aktivitas itu berlangsung.

pikiran dan hati bukan kita

melanjutkan diskusi tentang nalaogipengendali kuda yang ternyata mendapatkan respon cukup baik, saya bermaksud menjelaskan lebih jelas lagi tentang kaitannya siapa diri.

seringkali dalam sholat kita mengatakan bahwa kita sulit mengatur pikiran, pikiran ini selalu melayang kemana mana. ketika tadi sore saya mendapatkan telepon dari orang yang saya tidak kenal, beliau bertanya tentang pikiran yang melayang ketika sholat. maka saya teringat dengan analogikuda dan saya jawab spontan inspiratif bahwa pikiran bukanlah kita jadi kita akan kesulitan untuk mengendalikan. kalau dalam analogi tersebut kita adalah yang mengendalikan kuda bukan kuda itusendiri. kesalahan persepsi ini yang menyebabkan kita merasa bahwa kita adalah pikiran sehingga yang terjadi adalah ketika pikiran melayang ketika sholat kita menyangka bahwa pikiran itu adalah kita padahal bukan.

pemisahan yang jelas ini tentunya akan membawa suatu pemahaman yang mendalam tentang hakikat diri terutama pikiran kaitannya dengan sholat tersebut. bahkan tidak hanya sholat dalam kehidupan sehari hari pun kita akan mengetahui bahwa pikiran sering lari kesana kemari padahal kita sedang makan misalnya.

hikmah dari pemisahan ini adalah kita akan ke allah dan kita akan membiarkan pikiran kita sesuai fitrahnya yaitu berpikir, biarkan dia bekerja sesuai deng fitrahnya. seperti halnya telinga apakah kita bisa mencegah agar telinga tidak mendengar… tidak bisa tetap mendengaar karena telinga diciptakan untuk mendengar.

maka di dalam sholat kita yang terpenting adalah kemampuan mengabaikan pikiran yang muncul namun kita tetap kuat ke allah. pikiran adalah hiasan perjalanan dalam sholat maka biarkan saja namun kita tetap berjalan menuju ke allah. dalam berjalan ini kita jangan sampai terganggu oleh hiasan jalan tersebut. terus saja berjalan dan berjalan. ketika kita merespon pikiran yang masuk entah kita meladeninya atau mengusir pikiran tersebut sama saja kita memperhatikan pikiran tersebut dan hal ini berarti kita melupakan allah.