Ulama dan Karya Ulama

Orang alim adalah orang pintar di bidang agama. orang pintar itu pasti menemukan sesuatu, atau punya karya. Sebutan orang pintar pasti memiliki karya, biasanya karya ulama adalah dalam bentul tulisan.

Tulisan sangat dekat dengan ilham Allah, ketika ulama dekat dengan Allah maka dia akan mendapatkan banyak ilham pencerahan dari Allah SWT, dan itu ditulisnya. Tradisi menulis sebenarnya sudah ada sejak dulu. Sekarang saja yang banyak mengaku ulama tapi tidak ada karya tulisan apapun.

kebiasaan menulis para ulama seharus dilestarikan, kita sebagai umat atau binaan ulama seharunya juga meniru kebiasaan ulama ini yaitu menulis. Dari menulis ini lah muncul sebuah karya.

di Dunia islam saat ini orang biasa lebih produktif menulis dari pada orang yang mengaku ulama. misalnya ESQ bapak Ary Ginanjar bukan Ulama, shalat khusyu di tulis Abu Sangkan yang bukan ulama, dan buku buku lainnya yang ternyata dapat membuka wawasan membuka pemahaman baru yang bisa memberi warna dunia islam. Allah banyak memberikan ilham kepada yang bukan ulama karena ulama tidak mau menulis lagi tidak mau membubuhkan tintanya di kertas ketika diberikan ilham Allah SWT.

Bahkan sekarang ini pendobrak pendobrak dunia bukan dari islam tapi dari orang orang yang bukan islam. Banyak penulis yang tulisannya mampu merubah dunia, karyanya mampu merubah dunia tapi bukan dari islam. Ini karena apa, karena banyak orang islam yang pandai bicara tidak pandai menulis. Pandai ceramah tidak pandai membuat buku.

kalau anda tahu kekuatan menulis dengan kekuatan bicara, lebih besar kekuatan tulisan.

Sebuah jalur keilmuan itu tidak ditentukan oleh garis keturunan, garis ijazah, bait atau lainnya, jalur keilmuan itu diturunkan melalui karya yaitu tulisan. Disitulah seorang ulama pantas disebut ulama atau tidak. kalau ulama hanya kopi paste maka ulama tersebut seorang ilmuwan yang melakukan plagiasi.

Dunia ini tidak berhenti, dunia ini terus berputar terus berubah dan perubahan itu pasti akan membawa perubahan cara berpikir, cara belajar dan solusi terhadap masalah yang muncul. kalau umat islam mengaku salafi salafi, salafusoleh tapi menghadapi dunia dengan sikap kolot, tidak mau mengikuti perubahan yang Allah tetapkan … ya selamanya akan menjadi umat yang tertinggal.

Seperti sekarang ini seharusnya kita sudah mulai menggunakan teknologi untuk belajar agama, belajar bahasa arab tidak perlu di pondok pesantren cukup dengan menggunakan sofware komputer terkoneksi dengan internet. Untuk belajar syariat cukup dengan bertanya kepada mbah Google. Mungkin anda tidak setuju dengan tulisan saya ini, ok. Tapi mau tidak mau, lambat laun seperti taxi dan ojek onlin, maka lama lama taksi akan tinggalkan. Pondok pesantren yang tidak mengikuti perkembangan jaman akan ditinggalkan. masjlis majlis ilmu yang hanya kopi paste sana sini akan ditinggalkan oleh jamaah, Jamaah saat ini sudah mulai beralih ke youtube untuk belajar agama, dan kalau ada pengajian dimana ustadnya hanya menyampaikan sesuatu yang kopi paste tidak ada unsur penyampaian ilham Allah yang baru dan fresh maka jamaah pun akan komentar, “pengajian kok yang di sampaikan itu itu saja” dan jamaah lebih pinter dari pada penceramah agama.

maka agar ulama, penceramah agama, mubaligh harus membuat karya tulisan yang di bukukan, Buku itu lah bukti sanad yang terpercaya sanad keilmuan yang tidak bisa di bantah kebenarnnya, berarti ke ulama-an nya tervalidasi dengan buku tersebut.

Sanad dalam beramal diperlukankah?

Sanad diperlukan di dunia keilmuan bukan dunia pengamalan. jadi kalau ilmu memang sebaiknya pakai sanad misalnya qiraat bacaan al quran, ini dalam tataran ilmu bukan amal. Kalau amal jelas dasarnya bukanlah sanad tapi Quran dan sunah. Kalau amal dasarnya adalah sanad, waduh … pasti sangat ribet. Keribetan pertama : ketika mau beramal kita harus tahu sanadnya, dan harus dibaca sampai rasulullah… ketika mau shalat harus tahu sanadnya, mau sedekah harus tahu sanadnya, mau baca al quran harus tahu sanadnya… jadi kalau amal tinggalkan semua sanad, tapi kalau ilmu masih okelah.. karena untuk memperkuat pengajaran berikutnya. tapi itupun juga tidak perlu disebut sebut ketika mengajarkan bahwa sanad nya dari ini dari ini dari ini… dst ya kalau hidup sekarang mungkin sanadnya sedikit lah kalau kita hidup 1000 tahun lagi ke depan… berapa sanad yang harus kita baca… ndak jadi mengajar … waktunya habis untuk meyebutkan sanad.

Nah keribetan kedua ya itu tadi kalau setiap amal wirid misalnya harus menyebut sanad….kalau kita hidup 1000 tahun ke depan… berapa sanad yang kita baca ila hadhoroti… ila hadhoroti… nggak jadi wirid waktunya habis untuk baca sanad…

Ya sanad atau lisensi ini untuk keilmuan saja jangan untuk amal, kalau amal kembalikan kepada quran dan sunah. saya pernah mendengar pengajian bahwa pakai surban dan pakai jubah saja ternyata pakai lisensi yang bersanad, pakai ijazah yang bersanad… weleh weleh…ini namanya terlalu mengada ada… masak iya di arab sana yang semua bersurban dan berjubah harus menggunakan sanad? kan ya tidak.

sanad ini dalam beberapa hal membuat suatu strata dalam beragama. Seolah olah yang sudah bersanad (berlisensi) derajatnya lebih tinggi. Dan orang yang tidak bersanad dianggapnya tidak berhak…. lah emangnya menjalankan atau mendapatkan ilmu agama islam ini Rasulullah juga mengeluarkan Ijazah, mengeluarkan sanad? kan Tidak . Rasulullah hanya memerintahkan kepada semua umatnya. Tidak ada istilah lisensi atau sanad.

baiklah inti dari tulisan ini adalah  jadikan dasar beramal itu adalah quran dan hadis. Kalau ilmu itupun ketika sudah di sebarkan maka halal untuk di cari atau diketahui sebagai sebuah Ilmu. apalagi sekarang dunia internet masak harus pakai sanad… di dunia internet ilmu begitu luas.. coba kalau pakai sanad pasti bingung orang karena banyak yang main copi paste… Sanadnya apa…. jika ditanya,… sanadnya copi paste… haaaa…