menghafal adalah kompetensi terendah dalam proses pembelajaran

mengingat - menghafal
mengingat – menghafal

 

jika kita melihat taksonomi diatas maka mengingat atau kemampuan menghafal adalah kompetensi yang paling rendah yang ada dalam proses pendidikan atau dalam proses pembelajaran. Maka dalam proses pendidikan yang harus ditekankan dalam proses pembelajaran tidak boleh menekankan penghafalan. Jika dalam proses pembalajaran yang ditekankan adalah menghafal dan menghafal maka anak tidak akan memiliki kemampuan lebih dari pada sekedar menghafal. memang kalau ditanya ini dan itu sekitar hafalannya dia akan menjadi orang hebat yang bisa menghafal kitab atau buku setebal itu namun selebihnya dia tidak akan mampu atau sangat kurang kemampuannya. Kesibukannya tiap hari hanya menjaga hafalanya saja, karena memang kelemahan utama dalam menghafal adalah hilangnya hafalan jika tidak diulang ulang.

kompetensi terendah ini yaitu perintah untuk menghafal ini ternyata juga tidak ada dalam alquran, Al quran tidak menyebutkan kita untuk menghafal sesuatu. yang ada adalah perintah untuk berfikir, untuk mengamati, untuk meneliti dan mencermati. Kenapa Quran tidak ada perintah untuk menghafal karena memang menghafal tidak memberikan dampak kuat terhadap proses pembelajaran, dan cenderung membuang waktu. Kenapa membuat waktu ya… jika kita mengamati sessuatu, mencermati sesuatu maka otomatis kita akan hafal (meski hafalnya tidak hafal persis seperti “flashdisk”). tapi kalau kita hanya menghafal maka tidak akan mengerti apapun paling paling sebatas apa yang kita hafal.

Saat ini kita sangat dibantu oleh teknologi. dimana alat penyimpan data sudah sangat canggih. Bisa di flashdisk, di Android, di komputer bahkan Eyang google siap memberikan apapun yang kita tanyakan. jadi untuk apa lagi menghafal … kita harus meningkat ke kompetensi yang lebih tinggi lagi seperti yang diperintahkan al quran yaitu berfikir, mengamati, mencermati, meneliti dan yang paling bagus adalah mengamalkannya.

 

Allah sebuah nama

kata Allah adalah sebuah nama bukan dzat allah itu sendiri, kadang kita mengarahkan diri kita kepada allah sebagai kata bukan allah sebagai dzat. seringkali kita mengarahkan diri kita pada asma ul husnanya bukan yang memiliki nama itu sendiri. inti dari kesambungan atau silatun adalah ke dzat atau Dat Allah. dat allah sesuatu yang berbeda dengan apa yang kita persepsikan, selama kita mempersepsikan dat berarti bukan dat itu sendiri namun suatu rekayasa pikiran kita.

sedikit mengulas masalah kekahawatiran kaum salaf (yang mengaku paling murni dalam memahami islam) kaum salaf ini sangat menghindari adanya arah kejiwaan yang lurus kepada dat Allah karena khawatir atau takut kalau salah. karena ketakutan yang berlebihan inilah mereka hanya mengarahkan tujuan ibadah kepada bukan dat allah namun sebatas nama itu sendiri. makanya ketika “abu sangkan” memperjuangkan Dat allah agar menjadi tujuan dalam setiap ibadah ditentang keras oleh mereka (kaum yang mangaku salaf). sehingga Abu Sangkan dikecam habis habisan bahkan dituduh sebagai ajaran yang sesat (padahal kesesatan sebenarnya ada pada mereka yang mengarahkan ibadahnya bukan kepada dat allah).

nah kita berjuang dengan sholat khusyu dan patrap tidak lain untuk meluruskan iman kita jangan sampai kita terjebak kepada “hanya sebuah nama Allah” tapi betul betul mengarahkan diri dan jiwa kita dalam setiap ibadah kepada allah yang hakiki.