Psikologi islam di tengah persimpangan jalan

psikologi islam sebagai ilmu yang berada di tengah, islam nggak begitu… psikologi juga menyimpang dari teori minstream. Sebagai aliran ilmu baru, wacana keislaman banyak menemui kendala, sayangnya ditambah dengan para pengusungnya yang masih ragu ragu apakah benar apa tidak, padahal ya sudah dikaji. nampaknya Para psikolog muslim ini masih takut dengan para ulama kyai jika hasil kajiannya mlenceng dari pendapat kyai dan ulama, sehingga benar benar psikologi islam ini di persimpangan jalan. Sebagai aliran keilmuan yang memiliki dasar yang jelas yaitu ilmiah seharusnya berani di “adu” dengan pendapat para kyai dan ulama. Jangan malah berpandapat bahwa psikologi islam bukan ilmu yang pasti bukan ilmu yang mutlak… meski iya tapi kalau ini menjadi prinsip akan bahaya sebab seperti aliran ilmu yang tidak punya dasar dasar yang jelas dan meyakinkan.

Psikolog islam harus berani menerjang jalur psikologi yang bukan islam, dan berani berpendapat jika memang hasil riset dan hasil kajiannya berbeda dengan pendapat para ulama. Ingat bahwa para kyai dan para ulama fokus ilmunya tidak ke psikologi sehingga kita bisa menang 1-0 untuk hal ilmu psikologi sehingga kita punya dasar untuk berbeda jika memang berbeda

kalau tidak berani dan dimulai sejak sekarang bagaimana psikologi islam ini akan berkembang. Umat islam sangat membutuhkan peran dari psikologi islam ini. bagaimana dzikir tidak dapat membuat hati tenang, shalat tidak dapat menjadi perbuatan yang dapat merubah perilaku.. padahal qurannya jelas … yang pasti yang bisa menjelaskan hal ini adalah psikolog bukan kyai atau ulama. kyai atau ulama tidak paham apa itu gelombang alva dan sebagainya nah menjadi tugas kita untuk berani mengatakan bahwa dzikir sebatas mulut tidak akan membawa jiwa tenang.

jangan sampai psikologi islam yang sudah dibangun sekian puluh tahun ini berada di persimpangan jalan yang tidak jelas arahnya. saya kira perlu adanya gebrakan gebarakan sehingga umat islam terutama melirik untuk mendengar penjelasan ilmiah dari psikologi islam. Gebrakan ini penting agar kajian di psikologi islam juga berkembang.

sudah tidak masanya lagi kita membahas paradigma psikologi islam, epitimologi psikologi islam dan sejenisnya seharusnya kita sudah mulai memberikan kemanfaat kepada umat tentang psikologi islam. kita teliti kita terapkan….. kita teliti kita terapkan jika perlu kita  buat modul pelatihan yang sesuai dengan hasil penelitian. kalau memang agak beda dengan para ulama dan kyai tidak perlu takut. asal memang dilandasi dasar ilmiah yang kuat, tapi juga bila mendapat masukan harus terbuka, sehingga terus berkembang.

Iman dikesampingkan ilmu diutamakan

Ketika islam hanya ada sahabat hanya ada pejuang maka islam ini menjadi saja dan mencapi puncak kejayaan. Tapi islam mundur setelah banyak orang yang ahli agama orang yang pintar agama. pada saat itulah ilmu lebih di unggulkan dari pada iman, Iman menjadi nomor sekian setelah ilmu. Orang yang mengajarkan keimanan mulai tersingkirkan dan mulai tidak banyak peminatnya. Orang mulai berlomba lomba asik dengan ilmu, mencari ilmu sampai bertahun tahun… dari mulai kanak kanak sampai dewasa. Setelah dewasa orang berilmu ini berusaha menjadi penyebar ilmu dan berusaha mempertahankan dinasti keilmuannya. Ilmu islam berkembang pesat sampai sampai terbagi bagi menjadi cabang cabang ilmu dmana di jaman rasulullah tidak ada, misalnya fiqh, kemudian ushuludin kemudian tafsir, hadis , quran, tahsin, emnghafal dan masih banyak lagi. Konsentrasi tidak pada keimanan tapi pada ilmu. Padahal seharusnya Iman terlebih dahulu yang di mantabkan nanti ilmu akan dapat. Tapi paradigma akan aneh ..sebab memang saya katakan diawal bahwa mayoritas orang mencari ilmu.

Kalau memang ilmu itu dapat membawa kemajuan islam tapi mengapa justru alumni pondok sedikit perannya. Banyak dari alumni pondok yang kurang siap dalam bekerja ketika dia harus mengemban untuk mencari nafkah. Mereka maunya menjadi ustad… lah kalau semua ustad dan mengharapkan penghasilan dari pengajian ke pengajian bagaimana islam mau berkembang.

jadi saya sementara ini berkesimpulan bahwa semakin banyak orang berilmu islam semakin sulit berkembang. kecuali kalau bukan islam …. misalnya orang islam yang menguasai ilmu komputer orang islam yang menguasai ilmu perekonomian dan lainsebagainya. ini islam akan bisa maju.

Pergeseran keilmuan ke keimanan harus dimulai sejak sekarang. Hemat saya untuk saat ini, ilmu biasa saja tapi iman terus terupgrade. Sebab dari pengalaman sebelumnya islam maju jika dipegang orang yang beriman bukan hanya sekedar berilmu. Kalau beriman maka dia berani buka lahan misalnya berdakwah ke tempat tempat yang sulit dijangkau… tapi kalau orang berilmu agama yang tingga dia akan lebih banyak berada di tempat orang yang sudah islam, dia tidak berani babad alas… bahkan ironi dia hanya bisa menyalahka sana dan sini karena banyaknya ilmu dan kurang nya iman.

ya sementara ini pendapat saya carilah tempat tempat yang dapat menempa  iman bukan tempat yang hanya ilmu dan ilmu..

Revolusi mental perspektif psikologi islam

Mental adalah keadaan kejiwaan, revolusi mental berarti merombak  keadaan kejiwaan sehingga bisa menjadi jiwa yang tangguh, siap kerja dan tahan stress. Islam memberikan dasar revolusi ini terletak pada believe system. Jika believe system ini dapat di revolusi maka semua perilaku baik itu perilaku kognitif dan emosi dapat terevolusi juga, demikian pula dengan produktivitas, ketangguhan, kegigihan dan sikap positif lainnya akan meningkat.

believe system dalam islam disebut dengan IMAN. Iman adalah kepercayaan kepada Allah yang memiliki kekuatan unlimited terhadap segala hal. sederhananya jika Iman kepada Allah kuat (artinya iman kepada kekuatan diluar diri yang unlimited) maka seseorang akan menjadi tangguh. konsep ini hampir sama dengan NLP dimana di dalam “filter” yang salah satunya adalah believe sistem ini jika teroptimalkan maka akan menjadi seseorang dapat meningkat kualitas dirinya.

bagaimana cara merevolusi mental secara islami, tidak lain caranya adalah menanamkan jiwa sadar Allah dalam setiap aktivitas sehari hari. cara menanamkan ini bisa dengan dzikir, bisa melalui shalat dan dalam segala ibadah terutamanya dalam ritual ibadah. sehingga pendidikan keagamaan di sekolah tidak hanya mengajarkan fiqh atau sekedar menjalankan ritual ibadah saja namun harus di masukkan pendidkan bagaimana menghadirkan Allah dalam ibadah dan menghadirkan Allah dalam setiap aktivitas (spiritual attendence).

dengan spiritual attandence ini maka akan terbentuk mental yang sesuai dengan sifat sifat Allah. Ketika seseorang menghadirkan Allah yang maha kuat maka seseorang akan memiliki mental yang kuat, ketika seseorang menghadirkan Allah dalam kasih sayang maka mental seseorang akan kasih sayang. demikian seterusnya.