Berdakwah tidak pakai pikiran dan perasaan

Dakwah islam yang di contohkan Rasulullah menggunakan kesadaran bukan pikiran dan perasaan. ketika membaca judul mungkin anda bertanya “tidak pakai perasaan?”, ya benar sekali dakwah cara Rasulullah tidak menggunakan perasaan. mungkin dengan jawaban ini anda akan semakin jengkel atau bingung atau akan bilang “mbel”. he he baik saya tidak akan menjelaskan secara detil karena setahu saya Rasulullah dalam setiap dakwahnya menggunakan wahyu yang diturunkan kepada Beliau. Kesadaran Beliau kepada Allah yang sempurna membuat pikiran dan perasaan serta perbuatan mengikuti apa yang diperintahkan Allah kepada Beliau.

Dakwah tidak menggunakan perasaan dan pikiran apa masih bisa kita lakukan, …. ya masihlah. Kita tidak menerima wahyu seperti Rasulullah tapi kita diberikan ilham oleh Allah. Ilham inilah yang menjadi dasar dalam berbuat dan berperilaku. saya sendiri belajar menggunakan kesadaran ini bukan menggunakan pikiran dan perasaan. Kadang yang muncul pertentangan antara pikiran perasaan VS keasadaran llham. Pikiran perasaan ke utara, tapi ilham ke selatan. Ya karena sudah komit kepada Allah  saya putuskan untuk mengikuti apa yang Allah ilhamkan jadi saya tidak menggunakan pikiran dan perasaan saya. Dan pasti tahu apa yang saya alami….. di caci, di maki, di sanjung, di tinggalkan, di beri applause… dan seterusnya. Nano Nano rasanya. ya Allah ….. saya hanya berserah dan saya kembalikan kepada Allah. Dan setelah sekian waktu berlalu barulah Allah memberikan suatu hikmah dari ilham yang seblumnya Beliau berikan kepada saya. Coba kalau ilham itu tidak saya jalankan pasti jadinya tidak sebaik ini…. itu gumam saya… subhanallah alhamdulilah….

Sejak tahun 2000 prinsip ini mulai saya latih, Pertemuan dan perpisahan dengan banyak orang kadang membuat sedih …. kalau bahasa cintanya, kalau harus berpisah kenapa dipertemukan… ha ha …. tapi itulah kehendak Allah. Kawan yang dulu setia dengan pengajaran pengajaran …. kontra …. dan Bye bye…. dan itu pun sebuah proses yang sudah biasa bagi saya, ini resiko berdakwah mengikuti kesadaran bukan mengikuti pikiran dan perasaan.

memegang tali Allah itu seperti memegang bara api, …. maunya saya lepas… tapi tidak, tidak akan saya lepas. Saya berprinsip berdakwah karena Allah bukan karena jamaah, bukan karena materi. Saya akan lebih sedih jika ilham Allah sudah tidak turun lagi pada saya, atau saya sudah tidak di pakai lagi sama Allah. Ya Allah pakai saya terus ya Allah, jangan Engkau pensiunkan hamba untuk menjadi penyampai ilham ilham yang Engkau berikan kepada hamba.

bagi kawan kawan yang masih mengikuti saya, mari ikuti cara saya, kita sama sama belajar menggunakan kesadaran kita untuk menangkap ilhamnya Allah, kita menuju kepada Allah tidak dengan pikiran dan perasaan tapi dengan kesadaran. agar apa yang saya sampaikan bisa sama sama se frekwensi, tidak terjadi perdebatan atau penolakan terlebih penyerangan…. saya ihlas menyampaikan ini kepada sahabat sahabat tapi kalau diterima dengan pikiran dan perasaan pasti tidak nyambung. okelah kalau tidak nyambung bisa di abaikan sementara jangan dipikir mendalam, insya Allah suatu saat Allah akan memberikan kefahaman.

 

ya Rasulullah…..

entah mengapa saya berandai jika Rasulullah menyaksikan umatnya… mungkin ini persepsi saya sendiri…. terserah penelian anda. Setelah saya melihat dan mendengar lagu ini

 https://www.youtube.com/watch?v=ffIFUVIQtJE&list=RDjRUz-cotT-Y&index=11

lagu itu seolah memicu awang awang imajinasi …..terasa benar bagaimana kesedihan rasulullah, umat islam menjadi umat yang tertinggal dan terendah dibanding umat nasrani, dan umat yahudi. Gelora dalam hati ini seolah kembali ke jaman Rasulullah di awal dakwah beliau. Melihat kenyataan sekarang ini bahwa umat islam tidak seperti yang Beliau harapkan.

Umat islam menjalankan ibadah tidak mengindahkan lagi kepada siapa dia menghadap, ketika mejalankan kehidupan hanya sekedarnya saja kadang tidak sesuai dengan janji yang pernah di sanggupi di awal, sehingga umat islam ini menjadi umat yang tertinggal jauh dengan umat lain. Umat banyak membaca syahadat tapi sama sekali kesadarannya tidak ke Allah …bahkan tidak sadar sama sekali dengan kepada siapa dia bersaksi.

bahkan saya merasakan kesedihan rasulullah sangat mendalam ketika justru menjadikan Rasulullah sebagai hijab bagi umatnya untuk terus ke Allah, menjadikan guru guru , pewarisnya  menjadi hijab bagi umat. Al quran hanya menjadi bahan bacaan saja umat tidak mau melihat arti makna dan terutama petunjuk bagi umat. Pengajian banyak tapi tidak berpengaruh terhadap peningkatan kualitas kepribadan umat.

Ya Allah saya siap untuk menjadi bagian dari umat Mu yang mengembalikan umat ini seperti apa yang dicita citakan Rasulullah. Kami tidak ingin Rasulullah saat ini bersedih karena melihat umat ini , umat yang dari Nol dibangun oleh Rasulullah. Ya Allah kami siap meneruskan perjuangan Rasulullah menegakkan kalimat tauhid lurus kepada engkau. ya Allah kehendaki lah kami untuk menjadi bagian mengambalikan kejayaan islam agama yang telah Engkau redhoi, agama yang dibawa oleh Rasulullah.

Salam kepada ya habibi ya nabi Allah, salam salam…..

mendengarkan perintah Allah sambil menjalankan amanah

saya mencoba melakukan pekerjaan dengan pelan pelan, bukan karena tidak ingin selesai, tapi karena ingin apa yang saya kerjakan itu mengikuti apa yang Allah perintahkan saat itu. jadi ada dua hal yang saya lakukan dan itu memerlukan fokus yang pertama adalah mendengarkan apa yang Allah perintahkan yang keuda adalah menjalankan apa yang Allah perintahkan. Saya melakukan dan terus melakukan.

ini perlu latihan memang. sebab kita terbiasa dengan menjalankan dengan pikiran atau dengan perasaan.  Kita menjalankan sekarang ini dilatih untuk mendengarkan apa yang Allah perintahkan otomatis tidak menggunakan pikiran dan hati lagi.

Bagi saya ini adalah bentuk ketakwaan saya kepada Allah yaitu mengikuti dan menjalankan apa yang Allah perintahkan, dan kita tidak asing lagi dengan kalimat ini kan samikna wa atho’na. Kadang perintah Allah itu melalui pikiran saya atau melalai perasaan saya, dan kesadaran saya berada di kesadaran keTuhanan yang tidak serupa dengan apapun sehingga apa yang menimpa pada pikiran atau perasaan saya adalah kehendak Allah. dan tidak mungkin itu bertentangan dengan akal sehat saya. Karena akal dibekali kemampuan untuk membedakan mana yang salah dan mana yang benar.