ini adalah pertanyaan umum orang orang yang ingin selamat. Dalil nya apa? saya sangat setuju dengan pertanyaan semacam ini, artinya bahwa semua perilaku kita kalau bisa ada dalilnya. Sayangnya tidak semua dalil bisa sama persis dengan apa yang kita lakukan sekarang. Misalnya saja baca al quran pakai buku (kitab) apa dalilnya ? terlebih pakai gadget?yang pastinya tidak ada. Sangat susah mencari dalil yang sama plek. Pasti ada penafsiran penafsiran yang mengarahkan dalil tertentu menjadi dasar dari suatu perbuatan. kalau sudah penafsiran berarti tidak bisa disamakan antara pendapat satu dengan lainnya. Misalnya pendapat Bapak USt Sukino ketua MTA Solo dengan pendapat Ulama ulama NU pasti banyak bersebarangan. dan semuanya memegang kebenarannya masing masing. sehingga kalau ditanya apa dalilnya yasinan dan tahlilan jika itu ditanyakan Ust sukino pasti dibantah habis habisan bahwa itu adalah bidah… tanpa dasar… jadi dalam hal ini kalau kita diskusi “apa dalilanya? maka kalimat ini seolah tidak ada gunanya. Dalil ini akan sangat berguna bagi yang mengamalkannya. Misalnya bagi warga NU maka dalil yasinan dan tahlil itu sangat penting. tapi sekali lagi bagi yang tidak mengamalkan seperti warga MTA dalil yasinan dan tahlil sama sekali tidak berguna. Karena baginya dalil tersebut adalah pembenaran suatu perbuatan bidah….

jadi sekarang ini kalau kita tanya dalilnya ya tanyakan saja pada yang mengamalkan jangan pada yang menentang. kalau kita tanya dalil bagi yang menentang pasti tidak akan bisa diterima. Anda tanya dalilnya dzikir nafas kepada orang yang anti pati dengan dzikir nafas pasti akan di jawab tidak dalilnya, dzikir nafas adalah sesat. tapi coba tanya ke saya yang menyebarkan dzikir nafas akan saya jawab seabrek dalil yang menyuruh kita untuk melakukan dzikir ini.
anda pasti nanti juga akan terkaget kaget ketika anda sedikit sedikit dalil sedikit sedikit dalil. aliran dalilisme ini kadang tidak menyadari perbuatannya yang dia lakukanpun tidak ada dalilnya. jadi semacam banyak mempertanyakan dalil dari perbuatan orang lain tapi tidak pernah menanyakan dalil dari perbuatan yang sudah dilakukan. ok misalnya saja, apa ada dalil yang membaca al quran dengan menggunakan buku al quran ? terlebih pakai gadget, apa ada dalilnya melakukan manasik haji? pasti tidak ada…. karena buku aquran ataupun gadget adalah sarana kan… sama halnya dengan manasik juga metode kan .. yang tentunya ini adalah suatu metode yang mengikuti perkembangan jaman.
ada semacam kebiasaan orang yang suka mengatakan mana dalilnya atau apa dalilnya ini biasanya orangnya suka debat, dan kalau debatnya kalah tetap saja dia tidak mau mengamalkan. karena debat itu sendiri dengan menayakan “dalilnya apa”tidak bersifat mencari ilmu tapi lebih bersifat ke agresi yaitu perlawanan terhadap suatu amaliah orang lain. Orang semacam ini juga memiliki mind set bahwa dirinya lah yang lebih benar? sebenernya secara bawah sadar kalimat “mana dalilnya” atau apa dalilnya menunjukkan secara bawah sadar bahwa dirinya yang lebih benar. jarang sekali orang menanyakan dalil nya untuk mencari kebenaran. tipe tipe orang yang suka menanyakan dalil ini biasanya orangnya kaku rigid dan menangnya sendiri. dalam hal agama suasana hatinya cenderung kering gersang, dan kurang memiliki toleransi pada orang lain yang berseberangan dengan dirinya.
Betul mas Pur hamba Allah yang seperti itu hatinya kering dan gersang meskipun taat dalam ibadahnya. Secara langsung maupun tdk lansung seolah2 ada keyaqinan bahwa akulah yang berada di jalan yang paling benar. Kebenaran itu hanya satu dan tidak mungkin ada banyak. Ada kesan bahwa ingin jadi hakim yang menentukan sebuah kebenaran. Jika tidak berusaha membuka diri, maka dalam hatinya tidak ada sakinah yang haqiqi. Ilmunya hanya sebatas yang diperoleh dari kelompoknya, krn tdak mau menuntut ilmu dari orang lain lain. Rahmat Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang yang demikian luas jadi dipersempit dgn persepsinya. Kita do’akan saja supaya Allah berkenan membuka hati mereka semua. Agar mereka pun bisa merasakan lezatnya IMAN tanpa merasa lebih baik dari org lain.
benar USt Abu Irfan, kita doakan saja ya .. terimakasih sharingya
saya juga dah hapal dg karakter sdr2ku yg seperti itu, dan alhamdulillah saya bisa memahami karena saya juga pernah mengalami berislam seperti itu.
Jujur saya akui, waktu itu diam2 rasanya saya yg paling nyontoh rasul, paling nyunah, paling diterima amalan saya dll …
kalau inget ya malu sekali pak, mungkin orang lain bukan simpati dg aku justru sebaliknya soalnya angker, kaku & egois dan nggak nyaman …
Alhamdulillaah, terimakasih pak. Saya bosan disindir2 dan ditanya “apa dalilnya?” Hemm