Jurnal Syukur 6 : Syukur Tanpa Pamrih

Dalam jurnal syukur sebelumnya saya banyak menuliskan hikmat dari syukur, ternyata setelah saya cermati, hikmah hikmah syukur itu tidak boleh menjadi tujuan kita dalam bersyukur kepada Allah. Misalnya kita syukur agar ditambah nikmatnya, tujuan agar bertambah nikmat ini ternyata tidak dapat di capai jika niat kita tidak lurus ke Allah, atau jika kita masih menjadikan nikmat itu sebagai bagian dari tujuan bersyukur kita.  Jika kita ada pamrih dalam bersyukur maka kita akan terhijab dan tidak akan mendapatkan hikmah dari syukur tersebut.

Jurnal kali ini saya akan sharingkan tentang bagaimana syukur yang tanpa pamrih ini. Syukur yang tanpa pamrih ini kalau saya gambarkan seperti niat yang mampu menembus langit… (nah padahal langit itu juga tidak kan) , menembus langit berarti tidak ada niat apapun dalam bersyukur kecuali hanya kepada Allah.

langit saja kalau kita amati juga tidak ada, hanya ilusi kita saja, tapi itupun kita tembus , jadi maknanya kita bersyukur dengan mengabaikan apapun mengabaikan alam seisinya bahkan diri kita sendiri pun harus kita abaikan.

Nah itu syukur tanpa pamrih.  Namanya pamrih juga kadang membatasi , yaitu dibatasi dengan pamrih yang kita targetkan. Semakin kita memiliki pamrih dalam bersyukur maka semakin sempit pula kita kesadaran kita dalam bersyukur kepada Allah.

2 Replies to “Jurnal Syukur 6 : Syukur Tanpa Pamrih”

Leave a Reply to Setiyo Purwanto Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.