Rasa tak pernah bohong (padahal menyesatkan)

Kajian rasa ini sangat menarik untuk terus kita kaji, karena kebanyakan masih terjebak pada rasa dalam belajar berketuhanan. Rasa tak pernah bohong, pernyataan ini benar untuk hal hal yang dapat dirasakan, misalnya gula rasanya manis, itu tidak pernah bohong, kemudian rasa individual, artinya bahwa rasa itu sifatnya sangat subjektif, manis bisa berbeda untuk 1 orang dengan orang yang lain. Nah untuk rasa yang dibawa ke pembelajaran spiritual , jelas itu tidak akan bisa dan rasa sering membuat penyesatan. Sebab sekali lagi bahwa rasa tidak akan bisa mengenal Allah. rasa tidak aka bisa mengenal Allah baik itu rasa terluar atau rasa yang paling dalam, atau rasa sirr atau rasa apalah istilahnya. Rasa entah apapun istilahnya rasa ya rasa, kalau masih pakai nama rasa ya tetap rasa dia tetap berada pada wilayah jasad.

ngaji roso, suatu kajian yang sangat bagusĀ  jika untuk sekedar mengkaji tentang ahlak. karena memang ahlak itu peran rasa atau roso itu sangat penting. Namun jika ngaji roso itu dibawa ke wilayah keTuhanan misalnya dibawa untuk mengkaji ibadah (mengkaji ibadah dengan roso) maka ngaji roso ini akan menyesatkan. Sudah banyak kasus dan contoh bahkan sekarang pun masih banyak, mereka yang ngaji roso ahlaknya baik tapi tidak menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Mereka berprinsip bahwa roso mereka sudah mengatakan bahwa mereka sudah bertemu dengan Tuhan dengan roso dan tidak perlu shalat lagi.

Banyak orang islam yang terjebak di kajian rasa ini. Bahkan mereka yang belajar tasawuf ini karena tidak menggunakan kesadarannya hanya menggunakan roso roso nya mereka akhirnya menjadi penulis puisi ketuhanan yang indah indah , membuat sebuah nasehat nasehat yang indah di baca tapi sulit di amalkan. Kadang mereka membuat sebuah ajaran yang aneh aneh terkait dengan roso ini dan seringkali mereka akhirnya terperdaya oleh rosonya sendiri dengan mengaku mereka adalah utusan tuhan, bisa mengantarkan seseorang untuk ke tuhan, menjadi penolong penolong baik di dunia maupun di akhirat. Waham seperti ini akibat dari belajar keTuhanan tapi tidak disertai dengan kesadaran. Kalau yang digunakan kesadaran maka akan sadar diri (tidak waham) dan sadar Allah.

Kasus ngaji roso ini menimbulkan daya semangat turun, ini bisa disebabkan karena mereka dituntut untuk selalu menggunakan emosi berdaya rendah, misalnya kasih sayang, lemah lembut, menerima apa adanya, dan sebagainya tapi mereka tidak diimbangi dengan daya emosi yang besar seperti hidup harus lebih baik, semangat bekerja, semangat berprestasi dan lainnya. Seringkali orang yang mengandalkan roso ini kehidupan dunia nya dibawah rata rata. Mereka hanya menjadi orang yang baik, yang lemah lembut tapi malas kerja yang seringkali menimbulkan masalah keluarga yang berakibat pada perceraian dan lain sebagainya.

sekali lagi rasa atau roso ini baik untuk mengkaji ahlak tapi tidak untuk belajar berTuhan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.