spiritualitas bukanlah untaian puisi puisi religius

 

saya lihat di status FB, di blog spiritual dan buku buku spiritual banyak menguraikan spiritual, menceritakan kedaan spiritual dengan kata kata dan kalimat kalimat puitif yang mendayu dayu bahkan tak jarang yang menorehkan tulisan tulisan rasa seperti rasa cinta, rasa rindu, rasa bahagia…. untaian puisi tersebut bisa jadi pikiran sendirinya, atau rasa yang diterima ketika berspiritual, atau menuliskan pengalaman orang lain atau bergaya gaya agar dianggap “berspiritual, atau dianggap religius”.

sebenarnya spiritual adalah lugas, tidak kias dan apa adanya. dan tidak ditutup tutupi semua serba apa adanya, bahkan dosa pun ditulis apa adanya, menulis dengan penuh keihlasan tidak takut di olok olok, tidak takut direndahkan tapi semua murni dari pengalaman riil, jika belum bisa sabar tuliskan saya belum bisa sabar, jika pengalaman riil belum bisa mencapai keadaan fana ya tuliskan saya belum bisa fana, semua serba apa adanya.

terkadang tulisan tulisan “spiritual atau religius” bukan mencerminkan dirinya, atau bukan merefleksikan dirinya dan cenderung “diatas” keadaan dirinya yang sebenarnya. tentunya hal ini bukanlah cermin dari seorang spiritualis karena mengandung makna kesombongan diri, bagaiama mungkin orang sombong dikatakan berspiritual.

satu hal lagi bahwa sebenar benar spiritual tidak terletak di wilayah “rasa” entah itu rasa cinta, rasa rindu atau rasa apapun termasuk juga rasa tenang, spiritual berada pada diatasnya rasa  yang justru tidak dapat dituliskan apapun itu.

jika kita memang berkeinginan untuk menuliskan keadaan diri ketika berlatih spiritual dan itu bisa dibaca oleh umum sebaiknya atau yang perlu dilakukan

  1. tuliskan apa yang kita alami
  2. berikan tips atau langkah sederhana bagaimana kita bisa mencapai keadaan tersebut
  3. jangan terlalu banyak menuliskan hadis ataupun quran karena kadang itu malah merancukan keadaan kita (ingat dalam proses belajar sebaiknya berkonsultasi kepada ahlinya jika salah mencantumkan ayat atau hadis malah menyebabkan kontra produktif dengan apa yang kita tulis)
  4. jangan terlalu banyak menuliskan keadaan diri karena akan berakibat kepada kesombongan diri
  5. menulislah sambil silatun kepada Allah dan Rasulullah agar Allah memberikan tuntunannya dan tulisan kita memberikan daya spiritual kepada pembacanya.
  6. jangan terlalu banyak mengutip spiritualitas orang lain jujurlah dengan apa yang kita alami dan kita jalankan sekarang karena tulisan kita adalah tulisan dari cerminan perjalanan spiritualitas kita yang kadang naik dan kadang turun.
  7. ihlaskan cemoohan orang karena kita menuliskan apa yang kita alami gunakan momen cemoohan ini sebagai latihan keihlasan, karena kebiasaan orang adalah menjelekkan atau menyalahkan atau membidahkan sesuatu yang tidak dialaminya, sebagai misal seorang anak SMA di salah salahkan oleh anak TK yang baru belajar naik sepeda , karena anak SMA sudah bisa naik sepeda dengan “lepas stang” sedangkan anak TK yang baru belajar naik sepeda dia harus berpegang pada stang .. itulah gambarannya. jadi diam saja ketika di salahkan anak TK tadi.

sekali lagi spiritualitas bukan lah untaian indah kata kata…..

CategoriesUncategorized

6 Replies to “spiritualitas bukanlah untaian puisi puisi religius”

  1. Makasih atas ilmuNya mas.sebuah untaian kata yg terungkap dari hati bila di baca dengan hati maka kita akan menangkap keadaan hati penulis, untaian kata dari pikiran yang dapat pemahaman dari guru yg guru tersebut ada keadaannya, bila kita membacanya dengan hati walau yg nulis pakai pikiran masih bisa kita rasakan kebenaran ucapan terbut, seperti halnya al Qur’an at As sunnah, walau diterjemahkan tanpa hati atau hanya dengan presepsi diri di tambah referensi dari guru, kalau kita menangkapnya dengan hati maka keadaan ayat itu akan terungkap di hati kita dan yang terungkap tentu sesuai bidang kita masing2. Apapun untaian kata itu pasti mengandung makna dan pengertian. kuncinya membuka hati dan pikiran dengan tekad belajar, bila itu kita lakukan maka yang terjadi semua tulisan itu adalah ayat, yaitu ayat kebaikan atau keburukan yang keduanya bisa kita petik hikmahnya. Bila ternyata ayat buruk maka ayat tersebut membuat kita bertekad tidak ingin meniru keburukan yg dilakukan maka efeknya tetep baik buat kita, bila ayat tersebut baik maka ayat tersebut adalah tuntunan. Nafsu lauwamah ( pencela) perlu kita kendalikan walau kita mencela keburukan sepertinya benar, ayat keburukan bila kita cela maka hikmah di balik ayat tidak bisa kita tangkap, yang terbaik mari kita diam saat Allah bacakan buat kita, bila selesai maka kehendak itu bisa kita mengerti, walau kadang kita juga tidak mengerti,namun kita tetap relakan karena yg bukakan faham di hati masing2. Semoga rahmat dan hidayah atas sahabat2 yg Allah turunkan tetap kita bisa merasakan.

  2. kebanyakan orang mengukur pendapat orang lain dengan ilmu yang dirasa dimiliknya, sering tidak sadar bahwa sesungguhnya pendapat itu merupakan emas yang masih terbungkus..

  3. Assalam wr,wb..Pak pur,sedikit keluar dari tema,saya mau bertanya,.. untuk membaca ilham” yg turun,koncinya pasrah,tapi pak pur sampai saat ini saya coba terapkan kepasrahan ke allah tetap belum bisa terbaca jelas,apa tip yang lebih praktis untuk bisa mencapainya pak..?
    Terima kasih pak pur.
    Terima kasih

    1. waalaikum salam, pasrah sampai kosong pak.. sehingga tidak lagi berharap harap lagi tentang ilham. dan menyerahkan semua masalah kepada Allah termasuk kedepannya. semoga mendapatkan kemudahan pak

Leave a Reply to Setiyo Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.